Jamu
atau obat tradisional diwacanakan masuk daftar obat dalam praktik kedokteran.
"Masalah ini sudah dibahas di rapat
kerja kesehatan nasional di Batam beberapa waktu lalu. Namun semuanya masih
dalam tahap wacana," ujar Kepala Dinas Kesehatan Jawa Timur, dr Dodo
Anondo MPH, di Surabaya, Senin (21/3/2011).
Meski Kementerian Kesehatan RI sudah
menggulirkannya sejak tahun 2010, namun belum bisa dipastikan kapan jamu
menjadi obat dokter terealisasi.
Menurut dia, masih banyak hal yang harus
dilakukan sebelum menetapkan jamu sebagai obat dokter. Salah satunya penelitian
oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI
terkait kandungan dan manfaat jamu yang ada di Indonesia.
Selain itu, perlu kiranya mengatur
regulasi yang dibutuhkan untuk penggunaan dan peredaran jamu sebagai obat
praktik kedokteran. "Mengenai hal ini, cukup Dinas Kesehatan masing-masing
provinsi yang regulasi pemakaian jamu maupun produksinya," kata Dodo.
Sementara itu, poli obat tradisional
yang ada di rumah sakit maupun puskesmas juga perlu memiliki payung hukum dalam
menjalankan praktiknya.
Payung hukum ini akan diatur oleh
Kementerian Kesehatan RI sebagai lembaga yang menaungi rumah sakit dan
puskesmas di Indonesia.
Dodo mengatakan, wacana pemakaian jamu
sebagai obat praktik kedokteran digulirkan karena pemerintah ingin jamu
tradisional menjadi tuan rumah di negeri sendiri.
Apalagi Indonesia tidak hanya kaya
berbagai ramuan obat tradisional. Tapi juga tanaman yang berguna sebagai obat.
"Nantinya, pemakaian jamu tradisional sebagai obat praktik kedokteran bisa
diterapkan di rumah sakit milik pemerintah maupun swasta," kata Dodo.
Pengobatan
tradisional yang meracik jenis tanaman menjadi penawar penyakit sudah diturunkan
dari generasi ke generasi. Sayangnya, di tangan segelintir orang jamu
tradisional ini dicampur dengan bahan kimia obat keras hingga menimbulkan
jatuhnya korban jiwa.
Kasus jamu oplosan dengan bahan kimia di
Jagakarsa, Jakarta, yang merenggut 11 nyawa bukanlah kali pertama terjadi. Di
berbagai daerah ditemukan kasus serupa. Menurut dr.Setiawan Dalimartha, yang
menyebabkan nyawa melayang bukanlah faktor jamu herbalnya, namun bahan kimia
obat kerasnya. "Kalaupun dari herbal, biarpun sangat beracun tidak mungkin
langsung meninggal," katanya, Selasa (24/8/2010) saat dihubungi Kompas.com.
Dr.Setiawan mengatakan, penambahan obat
kimia dalam jamu sudah sering ditemui, umumnya di daerah pantai utara Jawa
(pantura) untuk konsumsi para supir. Selain obat kimia, beberapa jenis jamu
juga dioplos dengan minuman keras yang mengandung alkohol dan etanol.
"Kalau hanya minum jamu saja,
biasanya tidak akan langsung memberi efek segar. Makanya, jamu seperti pegal
linu atau rematik, sering dicampur obat kimia agar bisa langsung membuat
badan terasa enak," kata dokter yang tergabung dalam Perhimpunan Dokter
Indonesia Pengembang Kesehatan Tradisional Timur ini.
Beberapa jenis obat kimia, seperti
Fenilbutalson atau obat golongan steroid, memang bisa memberi efek segar secara
instan. "Untuk pegal linu dan capek, fenil butalson itu memang sangat
bagus, tapi efek sampingnya berbahaya," kata Setiawan.
Dalam surat edaran yang dikeluarkan
Badan POM RI disebutkan, Fenilbutason dapat menyebabkan mual, muntah, ruam
kulit, retensi cairan dan elektrolit (edema), pendarahan lambung, nyeri
lambung, dengan pendarahan reaksi hipersensitivitas, hepatitis, nefritis,
serta gagal ginjal.
Jamu herbal biasa, menurut Setiawan,
memang tidak memberikan efek instan, namun jika rutin dikonsumsi hasilnya bisa
membuat badan bugar dan stamina meningkat. Tentu saja jika pemilihan bahan baku
dan pengolahannya tepat.
Demi
mewujudkan target menjadikan jamu tradisional menjadi tuan rumah di negeri
sendiri, pemerintah sudah menyatakan komitmennya mengawal industri jamu
nasional. Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih mengemukakan hal itu
saat menjadi pembicara pada "Seminar Prospek Pengembangan Jamu Menuju
Masyarakat Indonesia yang Sehat dan Mandiri: Harapan dan Tantangannya",
Sabtu (22/5/2010).
Hadir dalam kesempatan itu sebagai
pembicara antara lain Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian
Kesehatan Agus Purwadianto dan Direktur Utama Sido Muncul Irwan Hidayat.
Seminar tersebut menjadi salah satu mata rantai acara Hari Kebangkitan Alumni
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia yang dipusatkan di Kampus UI Salemba,
Jakarta Pusat.
Menurut Endang, pascapencanangan
kebangkitan jamu nasional dua tahun lalu, pemerintah sudah menyiapkan
rambu-rambu untuk maksud tersebut di atas. Selain bentuk turunan dari
Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009, yakni Peraturan Pemerintah tentang
Pengobatan Tradisional, pemerintah juga sudah menempatkan studi mengenai jamu
tradisional di universitas. "Sudah ada Program Studi Herbal di
Pascasarjana Universitas Indonesia," kata Endang.
Selain itu, sampai sekarang sudah ada 17
rumah sakit pendidikan yang memberikan pelayanan jamu sebagai rujukan proses
pengobatan. "Ke depannya, hal itu akan diperluas melalui program jamu
masuk rumah sakit maupun jamu masuk puskesmas (pusat kesehatan
masyarakat)," katanya.
Menyinggung soal saintifikasi jamu, Agus
menambahkan, pihaknya akan mempersiapkan semua lini agar landasan ilmiah bagi
jamu sebagai salah satu sarana pengobatan yang bisa dimanfaatkan masyarakat
luas, di samping pengobatan farmasi yang sudah ada. "Kami akan menyiapkan
semuanya, mulai dari hulu hingga hilir," katanya seraya menambahkan
saintifikasi jamu sudah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun
2010.
Sementara itu, Irwan mengatakan, andai
seluruh program tersebut tercapai, masyarakat Indonesia tetap setia menjalankan
tradisi minum jamu. "Minum jamu dari dulu memang terbukti baik,"
katanya menekankan.
Irwan lebih lanjut menambahkan, tradisi
minum jamu baik bila dipertahankan sebagaimana bangsa lain juga mempertahankan
tradisi minum teh. "Ini hal yang baik sampai sekarang," katanya.
0 comments:
Posting Komentar