Minggu, 11 Maret 2012

Jamu Tradisional Bakal Jadi Obat Dokter?

Jamu atau obat tradisional diwacanakan masuk daftar obat dalam praktik kedokteran.
"Masalah ini sudah dibahas di rapat kerja kesehatan nasional di Batam beberapa waktu lalu. Namun semuanya masih dalam tahap wacana," ujar Kepala Dinas Kesehatan Jawa Timur, dr Dodo Anondo MPH, di Surabaya, Senin (21/3/2011).
Meski Kementerian Kesehatan RI sudah menggulirkannya sejak tahun 2010, namun belum bisa dipastikan kapan jamu menjadi obat dokter terealisasi.
Menurut dia, masih banyak hal yang harus dilakukan sebelum menetapkan jamu sebagai obat dokter. Salah satunya penelitian oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI terkait kandungan dan manfaat jamu yang ada di Indonesia.

Selain itu, perlu kiranya mengatur regulasi yang dibutuhkan untuk penggunaan dan peredaran jamu sebagai obat praktik kedokteran. "Mengenai hal ini, cukup Dinas Kesehatan masing-masing provinsi yang regulasi pemakaian jamu maupun produksinya," kata Dodo.
Sementara itu, poli obat tradisional yang ada di rumah sakit maupun puskesmas juga perlu memiliki payung hukum dalam menjalankan praktiknya.
Payung hukum ini akan diatur oleh Kementerian Kesehatan RI sebagai lembaga yang menaungi rumah sakit dan puskesmas di Indonesia.
Dodo mengatakan, wacana pemakaian jamu sebagai obat praktik kedokteran digulirkan karena pemerintah ingin jamu tradisional menjadi tuan rumah di negeri sendiri.
Apalagi Indonesia tidak hanya kaya berbagai ramuan obat tradisional. Tapi juga tanaman yang berguna sebagai obat. "Nantinya, pemakaian jamu tradisional sebagai obat praktik kedokteran bisa diterapkan di rumah sakit milik pemerintah maupun swasta," kata Dodo.

Pengobatan tradisional yang meracik jenis tanaman menjadi penawar penyakit sudah diturunkan dari generasi ke generasi. Sayangnya, di tangan segelintir orang jamu tradisional ini dicampur dengan bahan kimia obat keras hingga menimbulkan jatuhnya korban jiwa.
Kasus jamu oplosan dengan bahan kimia di Jagakarsa, Jakarta, yang merenggut 11 nyawa bukanlah kali pertama terjadi. Di berbagai daerah ditemukan kasus serupa. Menurut dr.Setiawan Dalimartha, yang menyebabkan nyawa melayang bukanlah faktor jamu herbalnya, namun bahan kimia obat kerasnya. "Kalaupun dari herbal, biarpun sangat beracun tidak mungkin langsung meninggal," katanya, Selasa (24/8/2010) saat dihubungi Kompas.com.
Dr.Setiawan mengatakan, penambahan obat kimia dalam jamu sudah sering ditemui, umumnya di daerah pantai utara Jawa (pantura) untuk konsumsi para supir. Selain obat kimia, beberapa jenis jamu juga dioplos dengan minuman keras yang mengandung alkohol dan etanol.
"Kalau hanya minum jamu saja, biasanya tidak akan langsung memberi efek segar. Makanya, jamu seperti pegal linu atau rematik, sering dicampur obat kimia agar bisa langsung membuat badan terasa enak," kata dokter yang tergabung dalam Perhimpunan Dokter Indonesia Pengembang Kesehatan Tradisional Timur ini.
Beberapa jenis obat kimia, seperti Fenilbutalson atau obat golongan steroid, memang bisa memberi efek segar secara instan. "Untuk pegal linu dan capek, fenil butalson itu memang sangat bagus, tapi efek sampingnya berbahaya," kata Setiawan.
Dalam surat edaran yang dikeluarkan Badan POM RI disebutkan, Fenilbutason dapat menyebabkan mual, muntah, ruam kulit, retensi cairan dan elektrolit (edema), pendarahan lambung, nyeri lambung, dengan pendarahan  reaksi hipersensitivitas, hepatitis, nefritis, serta gagal ginjal.
Jamu herbal biasa, menurut Setiawan, memang tidak memberikan efek instan, namun jika rutin dikonsumsi hasilnya bisa membuat badan bugar dan stamina meningkat. Tentu saja jika pemilihan bahan baku dan pengolahannya tepat.

 Demi mewujudkan target menjadikan jamu tradisional menjadi tuan rumah di negeri sendiri, pemerintah sudah menyatakan komitmennya mengawal industri jamu nasional. Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih mengemukakan hal itu saat menjadi pembicara pada "Seminar Prospek Pengembangan Jamu Menuju Masyarakat Indonesia yang Sehat dan Mandiri: Harapan dan Tantangannya", Sabtu (22/5/2010).
Hadir dalam kesempatan itu sebagai pembicara antara lain Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kesehatan Agus Purwadianto dan Direktur Utama Sido Muncul Irwan Hidayat. Seminar tersebut menjadi salah satu mata rantai acara Hari Kebangkitan Alumni Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia yang dipusatkan di Kampus UI Salemba, Jakarta Pusat.
Menurut Endang, pascapencanangan kebangkitan jamu nasional dua tahun lalu, pemerintah sudah menyiapkan rambu-rambu untuk maksud tersebut di atas. Selain bentuk turunan dari Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009, yakni Peraturan Pemerintah tentang Pengobatan Tradisional, pemerintah juga sudah menempatkan studi mengenai jamu tradisional di universitas. "Sudah ada Program Studi Herbal di Pascasarjana Universitas Indonesia," kata Endang.
Selain itu, sampai sekarang sudah ada 17 rumah sakit pendidikan yang memberikan pelayanan jamu sebagai rujukan proses pengobatan. "Ke depannya, hal itu akan diperluas melalui program jamu masuk rumah sakit maupun jamu masuk puskesmas (pusat kesehatan masyarakat)," katanya.
Menyinggung soal saintifikasi jamu, Agus menambahkan, pihaknya akan mempersiapkan semua lini agar landasan ilmiah bagi jamu sebagai salah satu sarana pengobatan yang bisa dimanfaatkan masyarakat luas, di samping pengobatan farmasi yang sudah ada. "Kami akan menyiapkan semuanya, mulai dari hulu hingga hilir," katanya seraya menambahkan saintifikasi jamu sudah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun 2010.
Sementara itu, Irwan mengatakan, andai seluruh program tersebut tercapai, masyarakat Indonesia tetap setia menjalankan tradisi minum jamu. "Minum jamu dari dulu memang terbukti baik," katanya menekankan.
Irwan lebih lanjut menambahkan, tradisi minum jamu baik bila dipertahankan sebagaimana bangsa lain juga mempertahankan tradisi minum teh. "Ini hal yang baik sampai sekarang," katanya.

0 comments: